Asuhan Keperawatan

My Blog List

Saturday, February 19, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS





A. PENGERTIAN

1. Bronkitis adl penyakit pernafasan obstruktif yg disebabkan oleh peradangan pada bronkus.
2. Bronkitis kronis adl ggn paru obstruktif yg ditandai produksi mucus berlebihan disaluran nafas bawah selama + 3 bln berturut-turut selama 2 tahun berturut-turut.
3. Bronkitis akut adalah penyakit obstrukstif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil ( bronkiolus ), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan.

B. ETIOLOGI

Virus,bakteri,inhalasi zat iritan ( asap rokok,zat udara/polusi udara ),diperburuk oleh cuaca dingin.
Respiratory syncytial virus ( RSV ) pada 50% sampai 90% kasus. Selain itu, parainfluenza, mikroplasma, adenovirus, sangat jarang infeksi primer bakteri.

C. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispnu dengan expiratory effort, retraksi otot Bantu napas, napas cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah, ekspirium memanjang atau mengi : jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru hipersonor.
1. Produksi mucus kental.
2. Batuk produktif dg dahak purulen.
3. Dispneu.
4. Demam.
5. Suara nafas tambahan.
6. Nyeri.

D. PATOFISIOLOGI
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris dan endema. Terjadi resistensi aliran udara pernafasan berbanding terbalik ( dengan radius lumen pangkat empat ), baik pada inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Terdapat mekanisme klep yaitu terperngkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia, peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi hiperkapnia. Obstruksi total dan terserapnya uadra dapat menyebabkkan atelektatis.
Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronkiolitis dapat timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cinderung membaik sebelum usia sekolah. Komplikasi jangka panjang lain yaitu bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral ( Sindrom Swyer – James ), sering dihubungkan dengan adenovirus.

E. PATHWAY
Virus

Akumulasi mucus, debris edema

Obstruksi Bronkiolus


Resistensi aliran udara Obstruksi total

Berbanding terbalik Atelektasis

Fase inspirasi Fase ekspirasi Gangguan respiratorik


Mekanisme klep Batuk, mengi, hiperreaktivitas
bronkus
Overinflasi dada


F. KOMPLIKASI

1. Hipertensi Paru
2. Ca paru akibat metaplasia & displasia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Ro thorak.
2. Pemeriksaan AGD.
3. Pemeriksaan laborat.
4. Foto dada AP dan lateral : hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsilidasi yang terbesar.
5. Analisis gas darah : hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik.
6. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara beside.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pemberian antibiotik
2. Peningkatan asupan cairan
3. Pemberian bronkodilator,ekspectoran,oksigen ssi indikasi
4. Istirahat : utk menurunkan kebutuhan oksigen
5. Postural Drainase.
6. Pen-kes : menghidari polutan.
7. Oksigen 1-2 L/menit.
8. IVFD :
a. Neonatus : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 4:1, + KCI 1-2mEq/kgBB/hari.
b. Bayi > I bulan : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 3:1, + KC1 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
9. Koreksi gangguan asam basa dan elketrolit.
10. Antibiotik sebenarnya tidak diperlukan, tetapi karena sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis, antibiotik tetap diberikan.
Untuk kasus bronkiolitis community base :
a. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
a. Sefotaksim 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
11. Steroid : deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
12. Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Riwayat kesehatan lengkap
2. Pemajanan zat iritan
3. Kaji adanya :
a. Produksi mucus kental
b. Batuk produktif dg dahak purulen.
c. Dispneu
d. Demam
e. Suara nafas tambahan
f. Nyeri




J. FOKUS INTERVENSI

1. Diagnosa 1 dan 2
a. Kaji pernafasan ( kedalaman,irama, penggunaan otot pernafasan,cuping hidung dan adanya batuk )
b. Kaji adanya bunyi nafas tambahan.
c. Berikan oksigen dg humidifikasi
d. Tinggikan kepala saat tidur 30-40 derajat dg kepala sedikit ekstensi.
e. Berikan istirahat dan aktifitas scr periodic
f. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
g. Berikan bronkodilator ssi indikasi
h. Monitor nadi ( hipoksia menyebabkan takikardia )
i. Periksa AGD
2. Diagnosa 2
a. Berikan makanan sedikit sedkit tapi sering
b. Beri makanan yg disukai/menarik
c. Lakukan oral hygiene sblm makan.
d. Beri makan yg tinggi kalori dan protein
e. Timbang BB ssi protokol
3. Diagnosa 3
a. Kaji tingkat respon thd aktifitas
b. Rencanakan perawatan utk memeberikan istirahat yg optimal
c. Beri oksigen ssi kebutuhan
d. Rencanakan/instruksikan pasien utk menghemat energi ( pilih permainan yg tdk membutuhkan banyak enrgi : game,nonton televisi dll )
e. Berikan istirahat diantara aktivitas.
4. Diagnosa 4
a. Anjurkan or-tu utk tetap menemani anak
b. Gunakan komunikasi teraupetik
c. Berikan terapi bermain ssi dg usia dan kondisi
d. Jelaskan semua prosedur yg akan dilakukan
e. Ajarkan or-tu utk mengekspresikan perasaan scr verbal.
f. Libatkan or-tu dlm perawatan anak.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas B.D obstruksi trakheobronkial/adanya secret
2. Gangguan pertukaran gas B.D vasokonstriksi alveolar,penumpukan secret
3. Perubahan nutrisi : kurang dr kebutuhan tubuh B.D meningkatnya metabolisme.
4. Intoleransi aktifitas B.D ketidakseimbangan antra suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
5. Kecemasan anak/orang tua B.D kesukaran bernafas/hospitalisasi.

Friday, February 18, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
1. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
1. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
1. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan
Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningka

Thursday, February 17, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRIUM SEPTAL DEFEK (ASD)



A. PENGERTIAN
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus didekat muara vena kafa superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum skundum yaitu kegagalan pembentukan septum skundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.

B. KLASIFIKASI
Macam – macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya syndrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
1. Ostium Primum ( ASD 1 ), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum ( ASD 2 ), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium kanan.

C. ETIOLOGI
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa factor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor – factor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat – obatan penenang atau jamu

2. Faktor Genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain.
Gangguan Hemodinamik
Tekanan di atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari Atrium kiri ke Atrium kanan.

D. MANIFESTASI
1. Bisnis sistolik tipe ejeksi di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri.
2. Dyspnea
3. Aritmia

E. PATOFISIOLOGI
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari Atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri ke kanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.






















F. PATHWAY
MeSH


Cardiovaskular system Tissue Types Congenital Heat Deferts


Heart Blcod Vessels














G. KOMPLIKASI
1. Gagal Jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Aritmia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Foto thorak
3. EKG; devisi aksis ke kiri pada ASD primum dan devisi aksis ke kanan pada ASD Secundum; RBBB, RVH.
4. Echo
5. Kateterisasi jantung; prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukkan ke dalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber – sumber informasi tambahan.
6. TEE (Trans Esophageal Echocardiography).

I. PENGKAJIAN
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda – tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi :
1). Inspeksi :
Status nutrisi - Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
Warna - Sinosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung congenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
Deformitas dada - Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
Pulsasi tidak umum - Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
Ekskursi Pernapasan - Pernapasan mudah atau sulit ( mis; takipnea; dispnea, adanya dengkur ekspirasi ).
Jari tabuh - Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung congenital.
Perilaku - Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan cirri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
2). Palpasi dan Perkusi :
Dada - Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain ( seperti thrill vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi ).
Abdomen - Hepatomegali dan atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer - Frekwensi, keteraturan, dan amplitude ( kekuatan ) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
3). Auskultasi
Jantung - Mendeteksi adanya Murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung - menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
Paru – paru - Menunjukkan ronki kering, kasar, mengi.
Tekanan darah - penyimpangan terjadi di beberapa kondisi jantung ( mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah ).
4) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian - mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah ( jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah ), kateterisasi jantung.
-
J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria Hasil :
a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
b. Keluaran urine adekuat urine adekuat ( antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia).
Intervensi keperawatan / rasional
a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program.
c. Beri deuretik sesuai program.
2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan system transport oksigen.
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria Hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat / tidur yang tepat.
Intervensi Keperawatan / rasional
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrim karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
3. Diagnosa Keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrient pada jaringan.
Tujuan : Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia Kriteria Hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas yang sesuai usia.
c. Anak tidak mengalami isolasi social.
Intervensi Keperawatan / rasional
a. Beri diet tinggi nutrisis yang seimbang untuk mancapai pertumbu7han yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.
4. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
Tujuan : Klien tidak menunjukkan bukti – bukti infeksi.
Kriteria Hasil : Anak bebas dari infeksi.
Intervensi Keperawatan / Rasional
a. Hindari kontak dengan individu yang terinveksi.
b. Beri istirahat yang adekuat.
c. Beri nutrisis optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi cidera ( komplikasi ) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi.
Tujuan : Klien / keluarga mengenali tanda – tanda komplikasi secara dini.
Kriteria Hasil :
a. Keluarga mengenali tanda – tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien / keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostic dan pembedahan.
Intervensi Keperawatan / Rasional
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda – tanda komplikasi :
Gagal jantung kongestif :
1. Takikardi, khusunya selama istirahat dan aktivitas ringan.
2. Takipnea
3. Keringat banyak dikulit kepala, khususnya pada Bayi.
4. Keletihan
5. Penambahan berat badan yang tiba – tiba.
6. Distress pernapasan
Toksisitas digoksin
1. Muntah ( tanda paling dini )
2. Mual
3. Anoreksia
4. Bradikardi
Distrimia
Peningkatan upaya pernapasan - retraksi, menggorok, batuk, sianosis.
Hipoksemia - sianosis, gelisah.
Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik.
1. Tempatkan anak pada posisi lutut – dada dengan kepala dan dada di tinggikan.
2. Tetap tenang
3. Beri oksigen 100 % dengan masker wajah bila ada.
4. Hubungi praktisi.
c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD).
Tujuan : Klien atau keluarga mempunyai penurunan rasa takut dan ansietas.
Klien menunjukkan perilaku koping yang positif.
Kriteria Hasil : Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya.
Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif.
Intervensi Keperawatan / Rasional
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak ( bila tepat ) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas / rasa takut.
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.
Evaluasi
Proses : Langsung setelah setiap tindakan.
Hasil : Tujuan yang diharapkan.
1. Tanda – tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia.
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisisk yang sesuai dengan usia.
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK THALASEMIA


A. DEFINISI
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidak seimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin
( medicastore, 2004 ).
Sindrom Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan heriditer dimana produksi satu atau lebih dan satu jenis rantai polopeptida terganggu ( Kosasih, 2004 ).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif ,
( Hukum Mendel )
Thalasemia adalah penyakit penyakit tongonital herediter yang di turunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih dari rantai makanan pada peptida hemoglobin kuramg atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997 )

B. KLASIFIKASI
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia alfa ( gangguan pembentukan rantai alfa )
2. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta )
3. Talasemia beta delta ( gangguan pembentukkan rantai beta dan delta )
4. Talasemia delta ( gangguan pembentukan rantai delta )

Secara klinis di bagi dalam 2 golongan, yaitu :
1. Talasemia mayor ( bentuk homozigot ) memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen catat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

C. ETIOLOGI.
Talasemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang membuat hemoglobin.
Hemoglobin adalah protein sel darah merah ( SDM ) yang membawa oksigen. Orang dengan thalasemia memilih hemoglobin yang kurang dari SDM yang lebih sedikit dari orang normal yang akan menghasilkan suatu keadaan anemia ringan sampai berat.
Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat. Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat menerima variasi gen ini dari kedua orang tuanya. Seseorang yang memvariasi gen talasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dan orang tua yang lain adalah seorang pembawa ( carrriers ).



D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Klinis Thalasemia
1. Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, Yaitu :
a. Lemah
b. Pucat
c. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d. Berat badab kurang
e. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
2. Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
3. Thalasemia minor / thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati ( Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
Gejala khas adalah :
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi.

E. PATOFISIOLOGIS.
Penyebab anemia pada telesemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah kekurangannya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel – sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosederosis merupakan hasil kombinasi antara tranfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.














F. PATHWAYS.

Hemoglobin Perinatal ( HGA )
Rantai – rantai thalasemia

Defisiensi sintesarantai a.

Kerusakan pembekuan
hemoglobin

Hemolisis

Anemia berat

Pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang dan
suplai dari transfusi

Fe meningkat

Hemosiderosis

Thalasemia

Menstimulasi eritropoesis


Hiperplasia sel darah merah hemapoesis sumsum
Tulang rusak ekstramedula


Perubahan hemolisis slenomegali skeletal
Limfadenopati


Anemia hemosiderosis hemokromatosis







G. KOMPLIKASI.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak – anak. Pada orang dewasa menurunya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progesif kolekiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
a. Infrak tulang
b. Nekrosis
c. Aseptic kapur femoralis
d. Aseteomilitis ( terutama salmonella )
e. Hematuria sering berulang – ulang.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2 – 3 g %.
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis dan sel berat dengan makroovalositositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell – Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
Variasi bentuk eritrosit ( sel darah merah ) pada sendimen darah tepi di lihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia : a = hipokrom, b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarna giemsa.
2. Sumsum tulang ( tidak menentukan diagnosis ) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe ( dengan pengecatan prussian biru ) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
a. Hb F meningkat : 20 % - 90 % Hb total.
b. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
c. Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thassemia mayor merupakan trait ( carrier ) denga Hb A2 meningkat (> 3,5 % dari Hb total )
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambara hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

B. PENATALAKSANAAN.
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Memberikan makanan yang mengandung gizi seimbang.
b. Dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi seperti : Daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur mayur berwarna hijau.
2. Penatalaksanaan medis
a. Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali ( kurang dari 6 gr % ) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat pendarahan cukup besar.
c. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
d. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorsi Fe melalui usus di anjurkan minum teh.
e. Transpalantasi sumsum tulang ( bone marrow ) untuk anak yang sudah berumur 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.

C. FOKUS PENGKAJIAN.
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditandai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing, warna kulit pucat, bibir tampak kering, sclera ikterik, ekstremitas dingin, N : 70 x/m, R : 45 x/m.
2. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input ( muntah ) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls / hari, mukosa mulut kering, tugor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan peningkatan peristaltik yang ditambah dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristalic 10 x/m.

K. FOKUS INTERVENSI.
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditandai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing, warna kulit pucat, bibir tampak kering, sclera ikterik, ekstremitas dingin, N : 70 x/m, R : 45 x/m
INTERVENSI
a. Observasi tanda vital, warna kulit, tingkat kesadaran dan keadaan ektremitas.
b. Atur posisi semi fowler.
c. Kolaborasi dengan dokter pemberian tranfusi darah.
d. Pemberian O2 kapan

2. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input ( muntah ) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls / hari, mukosa mulut kering, tugor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
INTERVENSI
a. Onservasi intake output cairan.
b. Observasi tanda vital.
c. Beri pasien minum sedikit demi sedikit.
d. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan intruksi dokter.

3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan peningkatan peristaltik yang ditambah dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristalic 10 x/m.

INTERVENSI
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya.
b. Beri buli – buli panas atau hangat pada area yang sakit.
c. Lakukan massage dengan hati – hati pada area yang sakit.
d. Kolaborasi pemberian obat analgetik.

L. DAFTAR PUSTAKA.
Doenges, Marillyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakti. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soedeman. 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jilid 2. Hipokrates. Jakartasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.

















































Wednesday, February 16, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS



A. PENGERTIAN
Tetanus adalah (rahang terkunci/lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Ilmu Kesehatan Anak, 2000 oleh Richard E. Behrman, dkk, hal 1004).
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
Tetanus Neonatorum: penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebiih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang.

B. ETIOLOGI
1. Toksin kuman Clostridium Tetani
2. Tetanospasmin (toksin tetanus)
3. Besi-besi yang berkarat
Penyebab penyakit ini adalah Clostridium Tetani yaitu obligat anaerob pembentukan spora, gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah, debu dan saluran pencernaan berbagai binatang. Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara mikroskopis tampak seperti pukulan gendering atau raket tenis. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetative terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku.

MANISFESTASI KLINIS
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Liquor Cerebri normal
b. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
d. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.


D. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjdi akibat penyakitnya seperti :
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pnemonia aspirasi.
b. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal
c. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
d. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1. Penatalaksanaan medis
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
d. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
e. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
f. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.


2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
2. Pengkajian khusus:
a. Sistem pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.
b. Sistem cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
c. Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
d. Sistem perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria)
e. Sistem pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
f. Sistem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum. (Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)
4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

H. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria:
• Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
• Pernafasan 16 – 18 kali/menit
• Tidak ada pernafasan cuping hidung
• Tidak ada tambahan otot pernafasan
• Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
a. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasianal : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
b. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali
Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
c. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga mempermudah proses respirasi.
d. Oksigenisasi sesuai intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
e. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnay gagal nafas/apnea
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)
g. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)
Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
• Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
• Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
• Tidak sianosis

Intervensi dan rasional :
a. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
b. Atur posisi luruskan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
c. Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
d. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
e. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnya gagal nafas
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia), yang ditandai dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan : suhu tubuh normal
kriteria :
• Suhu kembali normal 36 – 37 °C
• Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3
Intervensi dan rasional :
a. Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
b. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
c. Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
d. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
e. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
f. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
• Berat badan optimal
• Intake adekuat
• Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%
Intervensi dan rasional :
a. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh
Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.
b. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah
c. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line
Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
d. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu
Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat










I. PATHWAY


DAFTAR PUSTAKA


Behrman E. Richard. 2000; Ilmu Kesehatan Anak, Hal. 1004.
Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marlyn Doengoes;1993;Nursing Care Plan;Edisi lll;Philadelpia
Soeparman;1990.Ilmu Penyakit Dalam:Universitas lndonesia Press.Jakarta.
Theodore;1993.Ilmu Bedah;EGC;Jakarta.



ASKEP PNEUMONIA PADA ANAK



A. DEFINISI

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli. Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala penyakit tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang secara mendadak.
http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797

Pneumonia adalah infeksi atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis pneumonia itu ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb, yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Jenis yang lain, adalah SARS yang adalah pneumonia akibat -sampai hari ini- virus.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehata/kes1.htm

Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html

Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/pneumionia.html

Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia.





B. KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

b. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b.Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

C. ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Etiologi:
a. Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus.
b. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis, cryptococosis, pneumocytis carini.
d. Aspirasi : Makanan, cairan, lambung.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia virus bisa disebabkan oleh:
Virus sinsisial pernafasan
Hantavirus
Virus influenza
Virus parainfluenza
Adenovirus
Rhinovirus
Virus herpes simpleks
Sitomegalovirus.
Virus Influensa
Virus Synsitical respiratorik
Adenovirus
Rubeola
Varisella
Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
Pneumococcus
Streptococcus
Staphilococcus
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan - adenovirus - virus parainfluenza dan - virus influenza.
Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia:
a. Umur dibawah 2 bulan.
b. Tingkat sosio ekonomi rendah.
c. Gizi kurang.
d. Berat badan lahir rendah.
e. Tingkat pendidikan ibu rendah.
f. Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah.
g. Kepadatan tempat tinggal.
h. Imunisasi yang tidak memadai.
i. Menderita penyakit kronis

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Tanda dan Gejala berupa:
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
Batuk
Sakit kepala
Kekakuan dan nyeri otot
Sesak nafas
Menggigil
Berkeringat
Lelah.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah - kekakuan sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.

Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
Tanda infeksi ekstra pulmunal.

E. PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
Terpajan Bakteri
Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli
Konsolidasi Paru
Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru
Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema
Pertahanan Utama
Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan
Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs
Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long




































F. PATWAY
Kuman

Dihirup di tenggorokan

Masuk paru-paru


Saluran Nafas Menyebar melalui darah ( kulit )

Kuman dilawan untuk pertahanan tubuh


Misal : batuk – batuk

Mengeluarkan mukus



























G. KOMPLIKASI
a. Abses paru
b. Edusi pleural
c. Empisema
d. Gagal nafas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
h. Hipotensi
i. Delirium
j. Asidosis metabolik
k. Dehidrasi
l. Penyakit multi lobular

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
a. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
b. JDL à leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun.
c. LED à meningkat.
d. Fungsi paru à hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun.
e. Elektrolit à Na dan Cl mungkin rendah.
f. Bilirubin à meningkat.
g. Aspirasi / biopsi jaringan paru

Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik.
Pemeriksaan penunjang:
Rontgen dada
Pembiakan dahak
Hitung jenis darah
Gas darah arteri.

I.. PENATALAKSANAAN MEDIS
PENGOBATAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia community base :
a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :
a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

J. FOKUS PENGKAJIAN
Identitas : -
Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Pengkajian

Sistem Integumen
a. Subyektif : -
b. Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan.

Sistem Pulmonal
a. Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng.
b. Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.

Sistem Cardiovaskuler
a. Subyektif : sakit kepala
b. Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun


Sistem Neurosensori
a. Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
b. Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.

Sistem Musculoskeletal
a. Subyektif : lemah, cepat lelah.
b. Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan.

Sistem genitourinaria
a. Subyektif : -
b. Obyektif : produksi urine menurun/normal.

Sistem digestif
a. Subyektif : mual, kadang muntah.
c. Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Studi Laboratorik
a. Hb : menurun/normal.
b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal.
c. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
2. Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan utama.
3. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.

L. INTERVENSI
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen. Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (Oksigen danKarbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
KH:
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
b. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk efektif.
R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
c. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
d. Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
e. Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan utama.
KH:
1. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
a. Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok) dapat terjadi.
b. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis., meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.
c. Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.
d. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
e. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
Suatu Keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
KH:
a. Tidak mengalami aspirasi.
b. Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.
R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3. Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4. Penghisapan sesuai indikasi.
R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan kesadaran.






















Tuesday, February 15, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS



A. Definisi
Meningitis adalah radang umum araknoidia,leptomeningitis.(perawatan anak sakit,1984:232).
Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh peradangan otak.(penyakit dalam dan penanggulangan,1985).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996)

B. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

C. Klasifikasi meningitis
1. Meningitis purulenta
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.

2. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.

Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.

Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.

Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

D. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.

E. Manifestasi Klinik
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku
• Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor
• Sakit kepala
• Sakit sakit pada otot
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.
• Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI
• Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot
• Reflex brudzinski dan reflex kernig positif
• Nausea
• Vomiting
• Takikardia
• Kejang
• Pasien merasa takut dan cemas

F. Pemeriksaan Diagnostik.
1. analisa CSS dan fungsi lumbal
• Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
• Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus

2.Glukosa serum : meningkat

3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
• Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
• Elektrolit darah : abnormal

4.LED : meningkat
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor

G. Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :

ANTIBIOTIK:
Penicillin G

ORGANISME:
Pneumococci
Meningococci
Streptococci

ANTIBIOTIK:
Gentamycin

ORGANISME:
Klebsiella
Pseodomonas
Proleus

ANTIBIOTIK:
Chlorampenikol

ORGANISME:
Haemofilus influenza


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).

H. Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

Pemeiksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.

2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
Conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )

3. Eleminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.

4. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )

6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,
Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan
Pada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul
Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian
( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : - status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga
Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).
-Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )
-Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
- Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).
-Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada
Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )
-Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot
Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik
( encephalitis).
-Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )
- Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
Iritasi meningeal ( fase akut )
-Regiditas muka ( iritasi meningeal )
- Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
- Refleks abdominal menurun.

7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.

8. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai
Koma ) dan gelisah.
9. Keamanan
Gejala : - Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
- Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
-Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : - suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
-Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
- Gangguan sensoris

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain
Intervensi
a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.
Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.
c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
e. Kolaborasi tim medis
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
Intervensi
a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.

b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.

c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.
Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.

d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.

e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.

f. Berikan obat sesuai indikasi.

3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.

Intervensi
a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.

b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.
Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.
Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.

d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.
Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.

4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.

Intervensi
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.

c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.
Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein
Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.

5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung ( hospitalisasi ).

Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

Intervensi
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.
Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.
Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.

c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.
Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga

d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.

e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC
Carpebito,Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC