Asuhan Keperawatan

My Blog List

Saturday, March 5, 2011

Diagnosis Kekurangan Pendengaran

PENDAHULUAN
Kekurangan pendengaran (K.P) bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit/gangguan
telinga 1 - 3 .
Penderita dengan keluhan K.P. tidak jarang ditemukan dalam
praktek umum di Indonesia, di mana insidensi KP. bilateral
saat ini sudah mencapai + 1,9% dari penduduk di Indonesia 4 .
Diagosis sering tidak mudah, oleh karena : (1) Penderita
kurang kooperatif (terutama anak-anak, penderita gangguan
mental, pendidikan yang kurang, dan usia lanjut), (2) Penyebab
kekurangan pendengaran itu sendiri sukar diketahui 1.3.5.6
Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul masalah, bagaimana
cara membuat diagnosis K.P. yang sederhana sehingga dapat
dipakai oleh dokter-dokter umum di daerah-daerah namun
hasilnya cukup dapat dipercaya.
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah
keadaan di mana seseorang kurang dapat mendengar dan
mengerti suara/percakapan yang didengarnya1,3
Untuk mendiagnosis KP., sebagai dokter umum cukuplah
memperhatikan keempat aspek penting berikut ini :
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP. atau tidak
2. Jenis KP.
3. Derajat K.P.
4. Menentukan penyebab KP.
Penentuan pada penderitaan apakah ada K.P. atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP. atau tidak pada penderita,
hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita.
Respon manusia terhadap suara/percakapan yang didengarnya
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas. Kurang dari 6 tahun respons
anak terhadap suara/percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan umur lebih dari 6 tahun, respons anak
terhadap suara/percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa2, 5 , 7
Karena luasnya aspek diagnostik KP. pada kedua golongan
umur tersebut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya
diagnosis KP. pada anak-anak umur 6 tahun ke atas dan
dewasa.
Jenis K.P.
Jenis KP. berdasarkan lokalisasi lesi :
a). KP. jenis hantaran
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga luar dan atau
telinga tengah.
b).KP. Jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga dalam (pada
koklea dan N. VIII).
c). K.P. Jenis campuran
Lokalisasi lesi/gangguan pada telinga tengah dan telinga
dalam.
d).KP. Jenis sentral
Lokalisasi gangguan/lesi pada nukleus auditorius di batang
otak sampai dengan koteks otak. 3 . 8
e). KP. Jenis fungsional
Pada K.P. Jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan/lesi
organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun
sentral, melainkan berdasarkan adanya problem psikologis
atau emosional. 2,3
Untuk K. P. jenis sentral dan fungsional, mengingat masih
terbatasnya pengetahuan proses pendengaran di wilayah
tersebut, di samping masih belum banyak dikenal teknik uji
pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik,
maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP.
jenis hantaran, sensorineural dan campuran saja.
Derajat K.P.
Klasifikasi derajat KP. menurut ISO 1964 dan ASA 1951
(dikutip oleh Mangape D) adalah sebagai berikut :
1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
Derajat KP. "dB loss" ISO 1964 ASA 1951
- pendengaran normal - 10 - 26 dB - 10 - 15 dB
- ringan 27 - 40 dB 16 - 29 dB
- sedang 41 - 55 dB 30 - 44 dB
- sedang - berat 56 - 70 dB 45 - 59 dB
- berat 71 - 90 dB 60 - 79 dB
- sangat berat lebih 90 dB lebih 80 dB
Keterangan: "dB loss" di sini diambil rata-rata kekurangan
pendengaran hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan
2000 Hz.
Menentukan Penyebab K.P.
Menentukan penyebab K. P. merupakan hal yang paling sukar
di antara ke 4 batasan/aspek tersebut di atas.
Untuk itu diperlukan :
- Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya
K.P. tersebut.
- Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan)
yang teliti.
- Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto Ro,
laboratorium), dan sebagainya.3 11
GEJALA DAN TANDA-TANDA
K.P. Jenis hantaran
Pada K.P. jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan/lesi pada kanal telinga Iuar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa
komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam
maupun jalur persyaratan pendengaran (N.VIII). Ini merupakan
perbedaan yang prinsipiil dengan K.P. jenis lainnya.
Gejala
a) ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
b) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah
bergerak dengan perubahan posisi kepala.
c) K.P. yang terjadi dapat timbul secara mendadak setelah
mandi, bangun tidur atau setelah membersihkan kotoran telinga
luar dengan ujung jarinya.
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau
mendengung)
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara
dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita
otosklerosis.
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai (parakusis Wilisiana).
Kadang-kadang mengeluh tidak dapat mendengar dengan
haik waktu makan, bahkan seperti mendengar suara gaduh
waktu mengujah.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi
1. Ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi kendang
telinga ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.
2. Dapat juga kanal telinga luar/selaput kendang telinga tampak
normal, misalnya : pada otosklerosis, di mana yang terkena
rantai tulang pendengarannya.
b) Tes fungsi pendengaran
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah.
2. Tes garputala :
- Rinne (-), dengan memakai garputala 250 Hz (hantaran
tulang lebih baik dari hantaran udara).
- Weber lateralisasi kearah yang sakit (memakai garputala
250 Hz).
- Schwabach memanjang (memakai garputala 512 Hz).
3. Tes Audiometri
* Audiometri nada murni :
- Hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara.
- Hantaran tulang dalam batas normal.
- Ada kesenjangan antara hantaran udara dan hantaran
tulang lebih dari 15 dB (disebut gap).
- Nilai ambang hantaran udara tidak akan melebihi 60 dB.
* Audiometri nada tutur :
- Nilai ambang persepsi tutur bergeser ke kanan pada
gambaran audiogramnya.
- Nilai diskriminasi tutur dapat mencapai 100% bila
intensitas suara diperkeras.
K.P. Jenis Sensorineural
K.P. jenis ini merupakan problem yang menjadi tantangan
bagi para dokter. Masalahnya adalah : (1) Dari semua jenis
K.P. maka K.P. jenis sensorineural inilah yang terbanyak4,9 .
terutama pada pekerja industri, dan usia lanjut. (2) K.P. jenis
ini umumnya irrebersibel dan jelas mempengaruhi kepribadian
penderita yang dapat berkembang kearah yang kurang baik.
Adanya efek psikologis pada kepribadian penderita inilah
menurut pandangan Sataloff J. (1966), maka K.P. jenis sensorineural
mempunyai latar belakang medis penting.3
Gejala
a) Bila K.P.bilateraldan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari
penderita K.P. jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
b) Bila ada tinitus biasanya nada tinggi sebagai suara yang
mendering atau menyiut -nyiut.
c) Penderita lebih sukar mengartikan/mendengar suara/
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
d) Dapat pula ada riwayat trauma kepala, trauma akustik,
riwayat pemakaian obat-obat ototoksik ataupun penyakit sistemik
sebelumnya.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
Kanal telinga luar maupun selaput kendang telinga normal.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak 5
meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi
(huruf konsonan).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 17
2. Tes garputala :
- Rinne (+), hantaran udara lebih balk dari pada hantaran
tulang.
- Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
- Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3. Tes audiometri nada murni :
- Ada penurunan nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang, biasanya akan lebih berat mengenai frekuensi
tinggi.
- Hantaran udara berimpit dengan hantaran tulang.
- Kadang-kadang disertai adanya suatu dip pada frekuensi
tinggi (4000 Hz untuk trauma akustik, obat ototoksik
dsb.).
4. Tes audiometri nada tutur :
- Nilai diskriminasi tutur (NDT) tidak dapat mencapai 100%
meskipun intensitas suara diperkeras.
- Dapat terjadi fenomena recruitment.
K.P. Jenis Campuran
Merupakan kombinasi dari KP. jenis hantaran dan K.P. jenis
sensorineural. Mula-mula K.P. jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya : otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya mulamula
K.P. jenis sensorineural lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran, seperti misalnya : presbiakusis kemudian
terkena infeksi otitis media. Peristiwa yang lain yang juga
dapat terjadi kedua gangguan tersebut terjadi bersama-sama.
Misalnya : trauma kepala yang berat sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala -gejala
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala K. P. jenis hantaran dan sensorineural, tergantung
mana yang lebih dulu terjadi, dapat pula terjadi
bersamaan seperti yang terjadi pada trauma kepala tesebut
di atas.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
- Sperti pada K.P. jenis sensorineural.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada
rendah maupun nada tinggi.
2. Tes garputala :
- Rinne (-).
- Weber lateralisasi ke arah yang sehat .
Schwabach memendek.
3. Tes audiometri :
* Audiometri nada murni
- Audiogram menunjukkan adanya penurunan nilai ambang
hantaran tulang dan hantaran udara, tetapi ada kesejangan
antara keduanya lebih dari 15 dB pada setiap frekuensi.
* Audiometri nada tutur : Audiometri nada murni :
- Audiogram menunjukkan pengurangan nilai diskriminasi
tutur (NDT), tidak dapat mencapai 100%. Bila intensitas
suara dinaikkan memang ada perbaikan sedikit tetapi tidak
sampai mencapai 100% 3,10
DIAGNOSIS KEKURANGAN PENDENGARAN
Setelah memahami gejala dan tanda-tanda berbagai jenis
kekurangan pendengaran tersebut di atas, akan diuraikan
lebih lanjut bagaimana penerapannya dalam membuat diagnosis
KP. sepraktis mungkin, tetapi cukup bagi dokter-dokter umum.
Pada prinsipnya meliputi :
A. Anamnesis (lihat gejala dan lampiran).
B. Pemeriksaan, yang meliputi
a. Fisik/otoskopik telinga, hidung dan tenggorok (lihat tandatanda).
b. Tes fungsi pendengaran : Tes bisik, Tes garputala, Tes
audiometri.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan).
Tes fungsi pendengaran
TES BISIK
Suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa
kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran yaitu jarak antara pemeriksa
dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar 6 .
Cara pemeriksaan : lihat lampiran.
Hasil : Normal : 6/6 (17,5 dB) atau
5/6 (23,6 dB)
K.P. derajat ringan : 4/6 (39,8 dB)
K.P. derajat sedang : 3/6 (44 dB)
K.P. derajat sedang berat : 2/6 (51,5 dB)
K.P. derajat berat : 1/6 (85. dB)
TES GARPUTALA
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis K.P. Dikenal ada 3
macam tes garputala yang lazim dipakai :
a. Tes Rinne.
b. Tes Weber.
c. Tes Schwabach.
Semua tes garputala ini menggunakan garputala 256 Hz dan
512 Hz.
Tes Rinne
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang dan hantaran udara penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P.
jenis sensorineural
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran
Tes Weber
Prinsip: membandingkan kemampuan hantaran tulang pada
telinga kiri dan kanan penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : * Lateralisasi ke arah telinga sakit:
- Telinga tersebut K.P. jenis hantaran, telinga lain
normal
- Kedua telinga KP. jenis hantaran, tetapi telinga
tersebut lebih berat dari yang lain
1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
- Telinga tersebut normal/KP. jenis hantaran, sedang
telinga lain KP. jenis sensorineural.
* Tidak ada lateralisasi : - Kedua telinga normal
- Kedua telinga KPJH sama
berat
- Kedua telinga KPJSN sama
berat
Tes Schwabach
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa.
Pemeriksa harus normal.
Cara : lihat lampiran
Hasil : - Normal bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dan pemeriksa sama.
- Diperpanjang bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita lebih lama dibanding pemeriksa.
Ini pada KP. jenis hantaran.
- Diperpendek bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang pendengaran lebih pendek dibanding
pemeriksa. Ini pada KP. jenis sensorineural 7 , 8
Tes audiometri
Ini merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.
Tes ini meliputi : - Audiometri nada murni.
- Audometri nada tutur.
* Audiometri nada murni
Prinsip: Mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang penderita dengan alat elektroakustik.
Mat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal
dengan frekuensi dan intensitasnya dapat diukur.
Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya
penderita menerima suara dari sumber suara lewat
vibrator.
Hasil : lihat pada uraian gejala dan tanda-tanda.
Manfaat: - Dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran
masing - masing telinga secara kualitatif (pendengaran
normal, KP. jenis hantaran, KP. jenis sensorineural,
dan KP. jenis campuran).
- Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran
secara kuantitatif (normal, ringan sedang dan berat).
Derajat KP. disini ditentukan dengan mengambil
nilai rata-rata dari ambang pendengaran hantaran
udara pada frekuensi 500; 1000 dan 2000 Hz 5
* Audiometri nada tutur :
Prinsip: Mengukur kemampuan pendengaran penderita yang
dinyatakan dengan dua titik penting :
1) Nilai ambang persepsi tutur (NPT) yaitu ambang
penerimaan percakapan penderita di mana penderita
dapat menirukan 50% dari kata-kata yang disajikan
dengan benar pada intensitas minimal. Dari NPT ini
dapat memperoleh gambaran KP. secara kuantitatif.
2) Nilai diskriminasi tutur (NDT) : yaitu suatu nilai
prosentase tertinggi dari kata-kata yang disajikan dapat
ditiru oleh penderita dengan benar pada suatu intensitas
suara tertentu. NDT ini dapat menunjukkan
gambaran KP. secara kuantitatif.
Dari kedua nilai ini, yang paling banyak dipakai
dalam klinik adalah NDT. Hal ini karena di samping
secara kuantitatif dapat menunjukkan jenis KP. juga
dapat menunjukkan lokasi/kerusakan/lesi pada sistem
pendengaran yang tidak dapat diketahui dengan
tes audiometri nada murni. Lokasi lesi tersebut dapat
pada : telinga luar dan tengah, telinga dalam (koklear)
dan retrokoklear.
Hasil : Hopkinson dan Thompson (1967) membagi NDT
sebagai berikut (dikutip oleh Manukbua A) 6 :
a) 90 - 100% dalam batas normal atau ada ketulian
hantaran.
b) 50 - 80% KP. jenis campuran, KP. jenis sensorineural
tanpa kelainan koklear.
c) 22 - 48% kelainan koklear.
d) kurang dari 22% kelainan retrokoklear6 .
Manfaat:- Dapat mengetahui KP. secara kualitatif dan kuantitatif.
- Dapat mengetahui lokalisasi kerusakan telinga dan
jalur persyarafan pendengaran.
- Dapat mengetahui perbaikan pendengaran sesudah
tim panoplastik.
- Untuk pemilihan alat bantu dengar yang cocok.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini diperlukan bila ada indikasi, khususnya
KP. yang erat hubungannya dengan penyakit sistemik, penyakit
intrakranial, dan untuk mengenyampingkan penyakit organik
pada K.P. jenis fungsional. 3,7
RINGKASAN
Kekurangan pendengaran adalah merupakan gejala dari
suatu penyakit/gangguan telinga yang tidak dapat dipisahkan
dari penyebabnya.
Kekurangan pendengaran tersebut terdiri dari berbagai jenis
yang berbeda-beda lokalisasi patologinya sehingga diagnosisnya
juga berbeda-beda. Disamping itu derajat KP. yang terjadi
juga berbeda-beda mulai dari yang ringan sampai berat.
Protokol diagnostik KP. terdiri dari : anamnesis riwayat
penyakit telinga, pemeriksaan khusus telinga, hidung dan
tenggorok, tes fungsi pendengaran dan pemeriksaan penunjang.
Diagnostik KP. jenis hantaran lebih mudah bila dibandingkan
dengan KP. jenis lain. Hal ini karena kelainan patologinya
dapat diketahui dengan jelas dan tes fungsi pendengaran
dengan alat sederhana sudah cukup memadai. Sedangkan KP.
jenis lain diagnostik lebih sukar oleh karena kelainan patologinya
lebih sulit diketahui dan tes fungsi pendengarannya lebih
rumit dan memerlukan alat yang lebih kompleks.
SARAN
Dianjurkan kepada dokter umum, khususnya yang bekerja
di daerah untuk lebih memperhatikan masalah kekurangan
pendengaran pada penderita. Tes pendengaran dapat dilakukan
tanpa alat (tes bisik) maupun dengan alat sederhana (tes
garputala), meskipun tidak ada alat elektroakustik (audiometri).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 1 9
KEPUSTAKAAN
1. Dullah A. "Masalah Cacat Tuli", Cermin Dunia Kedokteran, No. 9 th :
1977, hal : 11 - 13.
2. Goodhill V. "Ear diseases, Deafness and dizziness, Harper & Row
Publ. Virginia Avenue Maryland, 1979, p : 88 - 103, p : 130 - 141.
3. Sataloff J. "Hearingloss" Philadelphia - London - Toronto : JB Lipincott
Co, 1966 : A) p : 5-9, b). p : 10-16, c) p : 17-31, d) p : 107-121,
e) p : 200-215.
4. Zaman M : "Penyebab tuli di Indonesia" Simposium Tanarungu, Tunawicara
di Semarang, Oktober 1977, p : 1-8.
5. Mengape D. "Audiometri nada mumi". Himpunan naskah lokakarya
audiologi. BGn. THT FIIK Unhas Ujungpandang, 1978.
6. Manukbua A : "Audiometri nada tutur". Himpunan naskah lokakarya
Audiologi, Bgn. THT FIIK Unhas Ujungpandang 1978.
7. Goodman Allan C. Paediatric audiology in Paediatric Otolaryngology
Vol : II Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1972,
p : 901-918.
8. Speaks C :" Evaluation of disorders of the central auditory pathway
in Otolaryngology Ed. by Paparella MM & * Shumrick, Ilnd Ed, Vol:
II, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1980, p :
1846-1858.
9. Karie MD. "fnsldens berbagai hearingloss nada murni" Penelitian selama
periode 1977-1978, untuk mendapatkan keahljan THT, 1980.
10. Adams GL, Spies LR Jr. Paparella MM. Audiology in Fundamental's
of Otolaryngology 5th Ed, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders
Co 1978, p : 67-82.
11. Heffersen HP, Simons MR, Goodhill V. A" udiologic assessment,
functional hearing less and obyective audiometry in Ear diseases, deafness
and dizzines, Ed, by Goodhill V, Maryland : Harper and Rew Publ,
1979, p : 142-183.
12. Sedjawidada R : "Tes bisik". Kumpulan naskah Konas VPerhati, Semarang
27-29 Oktober 1977, hal : 189-197.
Telah dibacakan

Diagnosis Kekurangan Pendengaran

PENDAHULUAN
Kekurangan pendengaran (K.P) bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit/gangguan
telinga 1 - 3 .
Penderita dengan keluhan K.P. tidak jarang ditemukan dalam
praktek umum di Indonesia, di mana insidensi KP. bilateral
saat ini sudah mencapai + 1,9% dari penduduk di Indonesia 4 .
Diagosis sering tidak mudah, oleh karena : (1) Penderita
kurang kooperatif (terutama anak-anak, penderita gangguan
mental, pendidikan yang kurang, dan usia lanjut), (2) Penyebab
kekurangan pendengaran itu sendiri sukar diketahui 1.3.5.6
Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul masalah, bagaimana
cara membuat diagnosis K.P. yang sederhana sehingga dapat
dipakai oleh dokter-dokter umum di daerah-daerah namun
hasilnya cukup dapat dipercaya.
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah
keadaan di mana seseorang kurang dapat mendengar dan
mengerti suara/percakapan yang didengarnya1,3
Untuk mendiagnosis KP., sebagai dokter umum cukuplah
memperhatikan keempat aspek penting berikut ini :
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP. atau tidak
2. Jenis KP.
3. Derajat K.P.
4. Menentukan penyebab KP.
Penentuan pada penderitaan apakah ada K.P. atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP. atau tidak pada penderita,
hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita.
Respon manusia terhadap suara/percakapan yang didengarnya
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas. Kurang dari 6 tahun respons
anak terhadap suara/percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan umur lebih dari 6 tahun, respons anak
terhadap suara/percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa2, 5 , 7
Karena luasnya aspek diagnostik KP. pada kedua golongan
umur tersebut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya
diagnosis KP. pada anak-anak umur 6 tahun ke atas dan
dewasa.
Jenis K.P.
Jenis KP. berdasarkan lokalisasi lesi :
a). KP. jenis hantaran
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga luar dan atau
telinga tengah.
b).KP. Jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga dalam (pada
koklea dan N. VIII).
c). K.P. Jenis campuran
Lokalisasi lesi/gangguan pada telinga tengah dan telinga
dalam.
d).KP. Jenis sentral
Lokalisasi gangguan/lesi pada nukleus auditorius di batang
otak sampai dengan koteks otak. 3 . 8
e). KP. Jenis fungsional
Pada K.P. Jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan/lesi
organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun
sentral, melainkan berdasarkan adanya problem psikologis
atau emosional. 2,3
Untuk K. P. jenis sentral dan fungsional, mengingat masih
terbatasnya pengetahuan proses pendengaran di wilayah
tersebut, di samping masih belum banyak dikenal teknik uji
pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik,
maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP.
jenis hantaran, sensorineural dan campuran saja.
Derajat K.P.
Klasifikasi derajat KP. menurut ISO 1964 dan ASA 1951
(dikutip oleh Mangape D) adalah sebagai berikut :
1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
Derajat KP. "dB loss" ISO 1964 ASA 1951
- pendengaran normal - 10 - 26 dB - 10 - 15 dB
- ringan 27 - 40 dB 16 - 29 dB
- sedang 41 - 55 dB 30 - 44 dB
- sedang - berat 56 - 70 dB 45 - 59 dB
- berat 71 - 90 dB 60 - 79 dB
- sangat berat lebih 90 dB lebih 80 dB
Keterangan: "dB loss" di sini diambil rata-rata kekurangan
pendengaran hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan
2000 Hz.
Menentukan Penyebab K.P.
Menentukan penyebab K. P. merupakan hal yang paling sukar
di antara ke 4 batasan/aspek tersebut di atas.
Untuk itu diperlukan :
- Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya
K.P. tersebut.
- Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan)
yang teliti.
- Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto Ro,
laboratorium), dan sebagainya.3 11
GEJALA DAN TANDA-TANDA
K.P. Jenis hantaran
Pada K.P. jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan/lesi pada kanal telinga Iuar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa
komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam
maupun jalur persyaratan pendengaran (N.VIII). Ini merupakan
perbedaan yang prinsipiil dengan K.P. jenis lainnya.
Gejala
a) ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
b) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah
bergerak dengan perubahan posisi kepala.
c) K.P. yang terjadi dapat timbul secara mendadak setelah
mandi, bangun tidur atau setelah membersihkan kotoran telinga
luar dengan ujung jarinya.
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau
mendengung)
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara
dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita
otosklerosis.
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai (parakusis Wilisiana).
Kadang-kadang mengeluh tidak dapat mendengar dengan
haik waktu makan, bahkan seperti mendengar suara gaduh
waktu mengujah.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi
1. Ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi kendang
telinga ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.
2. Dapat juga kanal telinga luar/selaput kendang telinga tampak
normal, misalnya : pada otosklerosis, di mana yang terkena
rantai tulang pendengarannya.
b) Tes fungsi pendengaran
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah.
2. Tes garputala :
- Rinne (-), dengan memakai garputala 250 Hz (hantaran
tulang lebih baik dari hantaran udara).
- Weber lateralisasi kearah yang sakit (memakai garputala
250 Hz).
- Schwabach memanjang (memakai garputala 512 Hz).
3. Tes Audiometri
* Audiometri nada murni :
- Hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara.
- Hantaran tulang dalam batas normal.
- Ada kesenjangan antara hantaran udara dan hantaran
tulang lebih dari 15 dB (disebut gap).
- Nilai ambang hantaran udara tidak akan melebihi 60 dB.
* Audiometri nada tutur :
- Nilai ambang persepsi tutur bergeser ke kanan pada
gambaran audiogramnya.
- Nilai diskriminasi tutur dapat mencapai 100% bila
intensitas suara diperkeras.
K.P. Jenis Sensorineural
K.P. jenis ini merupakan problem yang menjadi tantangan
bagi para dokter. Masalahnya adalah : (1) Dari semua jenis
K.P. maka K.P. jenis sensorineural inilah yang terbanyak4,9 .
terutama pada pekerja industri, dan usia lanjut. (2) K.P. jenis
ini umumnya irrebersibel dan jelas mempengaruhi kepribadian
penderita yang dapat berkembang kearah yang kurang baik.
Adanya efek psikologis pada kepribadian penderita inilah
menurut pandangan Sataloff J. (1966), maka K.P. jenis sensorineural
mempunyai latar belakang medis penting.3
Gejala
a) Bila K.P.bilateraldan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari
penderita K.P. jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
b) Bila ada tinitus biasanya nada tinggi sebagai suara yang
mendering atau menyiut -nyiut.
c) Penderita lebih sukar mengartikan/mendengar suara/
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
d) Dapat pula ada riwayat trauma kepala, trauma akustik,
riwayat pemakaian obat-obat ototoksik ataupun penyakit sistemik
sebelumnya.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
Kanal telinga luar maupun selaput kendang telinga normal.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak 5
meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi
(huruf konsonan).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 17
2. Tes garputala :
- Rinne (+), hantaran udara lebih balk dari pada hantaran
tulang.
- Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
- Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3. Tes audiometri nada murni :
- Ada penurunan nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang, biasanya akan lebih berat mengenai frekuensi
tinggi.
- Hantaran udara berimpit dengan hantaran tulang.
- Kadang-kadang disertai adanya suatu dip pada frekuensi
tinggi (4000 Hz untuk trauma akustik, obat ototoksik
dsb.).
4. Tes audiometri nada tutur :
- Nilai diskriminasi tutur (NDT) tidak dapat mencapai 100%
meskipun intensitas suara diperkeras.
- Dapat terjadi fenomena recruitment.
K.P. Jenis Campuran
Merupakan kombinasi dari KP. jenis hantaran dan K.P. jenis
sensorineural. Mula-mula K.P. jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya : otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya mulamula
K.P. jenis sensorineural lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran, seperti misalnya : presbiakusis kemudian
terkena infeksi otitis media. Peristiwa yang lain yang juga
dapat terjadi kedua gangguan tersebut terjadi bersama-sama.
Misalnya : trauma kepala yang berat sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala -gejala
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala K. P. jenis hantaran dan sensorineural, tergantung
mana yang lebih dulu terjadi, dapat pula terjadi
bersamaan seperti yang terjadi pada trauma kepala tesebut
di atas.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
- Sperti pada K.P. jenis sensorineural.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada
rendah maupun nada tinggi.
2. Tes garputala :
- Rinne (-).
- Weber lateralisasi ke arah yang sehat .
Schwabach memendek.
3. Tes audiometri :
* Audiometri nada murni
- Audiogram menunjukkan adanya penurunan nilai ambang
hantaran tulang dan hantaran udara, tetapi ada kesejangan
antara keduanya lebih dari 15 dB pada setiap frekuensi.
* Audiometri nada tutur : Audiometri nada murni :
- Audiogram menunjukkan pengurangan nilai diskriminasi
tutur (NDT), tidak dapat mencapai 100%. Bila intensitas
suara dinaikkan memang ada perbaikan sedikit tetapi tidak
sampai mencapai 100% 3,10
DIAGNOSIS KEKURANGAN PENDENGARAN
Setelah memahami gejala dan tanda-tanda berbagai jenis
kekurangan pendengaran tersebut di atas, akan diuraikan
lebih lanjut bagaimana penerapannya dalam membuat diagnosis
KP. sepraktis mungkin, tetapi cukup bagi dokter-dokter umum.
Pada prinsipnya meliputi :
A. Anamnesis (lihat gejala dan lampiran).
B. Pemeriksaan, yang meliputi
a. Fisik/otoskopik telinga, hidung dan tenggorok (lihat tandatanda).
b. Tes fungsi pendengaran : Tes bisik, Tes garputala, Tes
audiometri.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan).
Tes fungsi pendengaran
TES BISIK
Suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa
kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran yaitu jarak antara pemeriksa
dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar 6 .
Cara pemeriksaan : lihat lampiran.
Hasil : Normal : 6/6 (17,5 dB) atau
5/6 (23,6 dB)
K.P. derajat ringan : 4/6 (39,8 dB)
K.P. derajat sedang : 3/6 (44 dB)
K.P. derajat sedang berat : 2/6 (51,5 dB)
K.P. derajat berat : 1/6 (85. dB)
TES GARPUTALA
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis K.P. Dikenal ada 3
macam tes garputala yang lazim dipakai :
a. Tes Rinne.
b. Tes Weber.
c. Tes Schwabach.
Semua tes garputala ini menggunakan garputala 256 Hz dan
512 Hz.
Tes Rinne
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang dan hantaran udara penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P.
jenis sensorineural
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran
Tes Weber
Prinsip: membandingkan kemampuan hantaran tulang pada
telinga kiri dan kanan penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : * Lateralisasi ke arah telinga sakit:
- Telinga tersebut K.P. jenis hantaran, telinga lain
normal
- Kedua telinga KP. jenis hantaran, tetapi telinga
tersebut lebih berat dari yang lain
1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
- Telinga tersebut normal/KP. jenis hantaran, sedang
telinga lain KP. jenis sensorineural.
* Tidak ada lateralisasi : - Kedua telinga normal
- Kedua telinga KPJH sama
berat
- Kedua telinga KPJSN sama
berat
Tes Schwabach
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa.
Pemeriksa harus normal.
Cara : lihat lampiran
Hasil : - Normal bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dan pemeriksa sama.
- Diperpanjang bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita lebih lama dibanding pemeriksa.
Ini pada KP. jenis hantaran.
- Diperpendek bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang pendengaran lebih pendek dibanding
pemeriksa. Ini pada KP. jenis sensorineural 7 , 8
Tes audiometri
Ini merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.
Tes ini meliputi : - Audiometri nada murni.
- Audometri nada tutur.
* Audiometri nada murni
Prinsip: Mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang penderita dengan alat elektroakustik.
Mat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal
dengan frekuensi dan intensitasnya dapat diukur.
Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya
penderita menerima suara dari sumber suara lewat
vibrator.
Hasil : lihat pada uraian gejala dan tanda-tanda.
Manfaat: - Dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran
masing - masing telinga secara kualitatif (pendengaran
normal, KP. jenis hantaran, KP. jenis sensorineural,
dan KP. jenis campuran).
- Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran
secara kuantitatif (normal, ringan sedang dan berat).
Derajat KP. disini ditentukan dengan mengambil
nilai rata-rata dari ambang pendengaran hantaran
udara pada frekuensi 500; 1000 dan 2000 Hz 5
* Audiometri nada tutur :
Prinsip: Mengukur kemampuan pendengaran penderita yang
dinyatakan dengan dua titik penting :
1) Nilai ambang persepsi tutur (NPT) yaitu ambang
penerimaan percakapan penderita di mana penderita
dapat menirukan 50% dari kata-kata yang disajikan
dengan benar pada intensitas minimal. Dari NPT ini
dapat memperoleh gambaran KP. secara kuantitatif.
2) Nilai diskriminasi tutur (NDT) : yaitu suatu nilai
prosentase tertinggi dari kata-kata yang disajikan dapat
ditiru oleh penderita dengan benar pada suatu intensitas
suara tertentu. NDT ini dapat menunjukkan
gambaran KP. secara kuantitatif.
Dari kedua nilai ini, yang paling banyak dipakai
dalam klinik adalah NDT. Hal ini karena di samping
secara kuantitatif dapat menunjukkan jenis KP. juga
dapat menunjukkan lokasi/kerusakan/lesi pada sistem
pendengaran yang tidak dapat diketahui dengan
tes audiometri nada murni. Lokasi lesi tersebut dapat
pada : telinga luar dan tengah, telinga dalam (koklear)
dan retrokoklear.
Hasil : Hopkinson dan Thompson (1967) membagi NDT
sebagai berikut (dikutip oleh Manukbua A) 6 :
a) 90 - 100% dalam batas normal atau ada ketulian
hantaran.
b) 50 - 80% KP. jenis campuran, KP. jenis sensorineural
tanpa kelainan koklear.
c) 22 - 48% kelainan koklear.
d) kurang dari 22% kelainan retrokoklear6 .
Manfaat:- Dapat mengetahui KP. secara kualitatif dan kuantitatif.
- Dapat mengetahui lokalisasi kerusakan telinga dan
jalur persyarafan pendengaran.
- Dapat mengetahui perbaikan pendengaran sesudah
tim panoplastik.
- Untuk pemilihan alat bantu dengar yang cocok.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini diperlukan bila ada indikasi, khususnya
KP. yang erat hubungannya dengan penyakit sistemik, penyakit
intrakranial, dan untuk mengenyampingkan penyakit organik
pada K.P. jenis fungsional. 3,7
RINGKASAN
Kekurangan pendengaran adalah merupakan gejala dari
suatu penyakit/gangguan telinga yang tidak dapat dipisahkan
dari penyebabnya.
Kekurangan pendengaran tersebut terdiri dari berbagai jenis
yang berbeda-beda lokalisasi patologinya sehingga diagnosisnya
juga berbeda-beda. Disamping itu derajat KP. yang terjadi
juga berbeda-beda mulai dari yang ringan sampai berat.
Protokol diagnostik KP. terdiri dari : anamnesis riwayat
penyakit telinga, pemeriksaan khusus telinga, hidung dan
tenggorok, tes fungsi pendengaran dan pemeriksaan penunjang.
Diagnostik KP. jenis hantaran lebih mudah bila dibandingkan
dengan KP. jenis lain. Hal ini karena kelainan patologinya
dapat diketahui dengan jelas dan tes fungsi pendengaran
dengan alat sederhana sudah cukup memadai. Sedangkan KP.
jenis lain diagnostik lebih sukar oleh karena kelainan patologinya
lebih sulit diketahui dan tes fungsi pendengarannya lebih
rumit dan memerlukan alat yang lebih kompleks.
SARAN
Dianjurkan kepada dokter umum, khususnya yang bekerja
di daerah untuk lebih memperhatikan masalah kekurangan
pendengaran pada penderita. Tes pendengaran dapat dilakukan
tanpa alat (tes bisik) maupun dengan alat sederhana (tes
garputala), meskipun tidak ada alat elektroakustik (audiometri).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 1 9
KEPUSTAKAAN
1. Dullah A. "Masalah Cacat Tuli", Cermin Dunia Kedokteran, No. 9 th :
1977, hal : 11 - 13.
2. Goodhill V. "Ear diseases, Deafness and dizziness, Harper & Row
Publ. Virginia Avenue Maryland, 1979, p : 88 - 103, p : 130 - 141.
3. Sataloff J. "Hearingloss" Philadelphia - London - Toronto : JB Lipincott
Co, 1966 : A) p : 5-9, b). p : 10-16, c) p : 17-31, d) p : 107-121,
e) p : 200-215.
4. Zaman M : "Penyebab tuli di Indonesia" Simposium Tanarungu, Tunawicara
di Semarang, Oktober 1977, p : 1-8.
5. Mengape D. "Audiometri nada mumi". Himpunan naskah lokakarya
audiologi. BGn. THT FIIK Unhas Ujungpandang, 1978.
6. Manukbua A : "Audiometri nada tutur". Himpunan naskah lokakarya
Audiologi, Bgn. THT FIIK Unhas Ujungpandang 1978.
7. Goodman Allan C. Paediatric audiology in Paediatric Otolaryngology
Vol : II Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1972,
p : 901-918.
8. Speaks C :" Evaluation of disorders of the central auditory pathway
in Otolaryngology Ed. by Paparella MM & * Shumrick, Ilnd Ed, Vol:
II, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1980, p :
1846-1858.
9. Karie MD. "fnsldens berbagai hearingloss nada murni" Penelitian selama
periode 1977-1978, untuk mendapatkan keahljan THT, 1980.
10. Adams GL, Spies LR Jr. Paparella MM. Audiology in Fundamental's
of Otolaryngology 5th Ed, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders
Co 1978, p : 67-82.
11. Heffersen HP, Simons MR, Goodhill V. A" udiologic assessment,
functional hearing less and obyective audiometry in Ear diseases, deafness
and dizzines, Ed, by Goodhill V, Maryland : Harper and Rew Publ,
1979, p : 142-183.
12. Sedjawidada R : "Tes bisik". Kumpulan naskah Konas VPerhati, Semarang
27-29 Oktober 1977, hal : 189-197.
Telah dibacakan

Friday, March 4, 2011

LABIRINTIS

A. DEFINISI
Labirinitis adalah inflamasi telinga dalam dan dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Labirinitis bacterial, meskipun cukup jarang sejak dikenalnya antibiotika, paling sering terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial. Infeksi berkembang ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus atau aquaduc koklear.

B. ETIOLOGI
Infeksi bakteri yang disebabkan otitis media, atau kolesteatoma, dapat memasuki telinga tengah dengan menembus membrane jendela bulat atau oval. Labirintitis viral merupakan diagnosis medis yang sering, namun hanya sedikit yang diketahui mengenai kelainan ini, yang mempengaruhi baik keseimbangan maupun pendengaran. Virus penyebab yang paling sering teridentifikasi adalah gondongan, rubella, rubeola, dan influenza.
Secara etiologi labirintis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat 2 bentuk labirinitis. Yaitu labiribnitis serosa dean labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Pada labirinitis serosa taksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirin supuratif dengan invasi sel radang ke labirin. Sehingga terjadi kerusakan yang lereversibel. Seperti fibrosa dan osifikasi. Pada kedua jenis labirinitis tersebut operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga draifase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan pada pengobatan otitis media kronik. Labirinitis serosa difus sering kali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskrifta oleh pada terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin oleh bakteri melalui tingkap bulat, tingkap lontong untuk melalui erosi tulang labirin. Infeksi tersebut mencapai endosteum melalui seluruh darah.
Diperkirakan penyebab labirinitis yang paling sering absorbsi produk bakteri di telinga dan mastoid ke dalam labirin, dibentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam misalnya pada operasi fenestrasi, terjadi singkat dan biasanya tidak menyebabkan gangguan pendengaran, kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin.

C. KLASIFIKASI
1. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum ( general ), dengan gejala fertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas ( labirinitis sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja / tuli saraf saja.
2. Labirinitis terjadinya oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
3. Labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.

Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
Gejala dan tanda :
Terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan nistagmus spontan biasanya kea rah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat menkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respons disisi yang sakit dan tes fistulapur negatif walaupun dapat fistula.

D. MANIFESTASI KLINIS
Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan, bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus. Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan. Pengobatan untuk labirintitis balterial meliputi terapi antibiotika intravena, penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler maupun obat anti muntah. Pengobatan labirintitis viral adalah sintomatik dengan menggunakan obatantimuntah dan antivertigo.

E. PATOFISIOLOGI
Kira – kira akhir minggu setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi untuk jaringan gramulasi, beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan gramulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fistula dilabirin dapat diketahui dengan testula, yaitu dengan memberikan tekanan udara positif ataupun nrgatif ke liang telinga melalui otoskop siesel dengan corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang di masukan ke dalam liang telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya akana menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan ristamus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya bisa tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati atau paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT Scan yang baik kadang – kadang dapat memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan dikanalis semisirkularis horizontal.
Pada fistula labirin / labirintis, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan didaerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat / sekeping tulang / tulang rawan.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi local harus ditujukan kesetiap infeksi yang mungkin ada, diagnosa bedah untuk eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu focus dilabirin untuk daerah perilabirin telah menjalar untuk dicurigai menyebar ke struktur intrakronial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika bila dicurigai ada focus infeksi di labirin atau di ospretosus dapat dilakukan drerase labirin dengan salah satu operasi labirin setiap skuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma NUA. Bila saraf fosial lumpuh, maka harus dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal maka harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi.

H. KOMPLIKASI
Tuli total atau meningitis.

I. FOKUS PENGKAJIAN
Yang harus dikaji pada pasien menierre adalah :
1. Aktifitas.
2. Riwayat kesehatan dahulu.
3. Pendengaran.
4. Hubungan social.
5. Asupan nutrisi.

J. FOKUS INTERVENSI
1. Ketidak berdayaan yang berbeda persoalan penyakit dan menjadi tidak berdaya dalam situasi tertentu akibat gangguan keseimbangan.
a. Tujuan mengalami peningkatan perasaan control terhadap kehidupan dan aktivitas meskipun tertentu akibat gangguan keseimbangan.
b. Intervensi :
1) Kaji kebutuhan, nilai, perilaku dan kesiapan pasien untuk memulai aktivitas.
2) Beri kesempatan bagi pasien mengidentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya.
3) Bantu pasien mengindentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya.
c. Kriteria Hasil
1) Tidak membatasi aktivitas secara membabi buta.
2) Mengucapkan perasaan positif mengenai kemampuan mencapai perasaan mampu dan kotrol.
3) Perilaku koping sebelumnya yang berhasil telah teridentifikasi.
2. Resiko terhadap trauma yang kesulitan keseimbangan
a. Tujuan : mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rumah dan menggunakan alat rehabilitasi bila perlu.
b. Intervensi :
1) Lakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dengan menarik riwayat dan pemeriksaan adanya nistagmus Romberg positif dan ketidakmampuan melakukan Romberg tandem.
2) Bantu ambulasi bila ada indikasi.
3) Dorong peningkatan tingkat aktifitas dengan atau tanpa menggunakan alat Bantu.
c. Kriteria Hasil :
1) Mengadaptasi lingkungan rumah atau menggunakan alat rehabilitasi untuk jatuh.
2) Mampu menggunakan ambulasi dengan bantuan seperlunya.
3) Tingkat aktifitas telah meningkat.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berbeda dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mendengar ketidak ada ikutannya mengikuti instruksi.
a. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi efek procedur dan pengobatan.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
3) Diskusikan penyebab individual.
c. Kriteria Hasil :
1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an dari suatu tindakan.
2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Thursday, March 3, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CORPULMONAL

A. DEFINSI

Cor pulmonal adalah kondisi terjadinya pembesaran jantung kanan ( dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang memangaruhi struktur, fungsi, atau vaskularisasi paru – paru.

B. ETIOLOGI

Banyak penyaklit yang berhubungan dengan hipoksemia dan mempengaruhi paru-paru dapat menyebabkan cor pulmonal. Secara umum, penyakit cor pul monal disebabkan oleh :
1. Penyakit paru yang merata
Terutama emfisema, brnkhitis kronik (salah satu deretan penyakit cronic obstructive pulmonary disease- COPD). Dan fribosis akibat tuberculosis.
2. Penyakit pembuluh darah paru-paru
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru- paru
3. Hipoventilasi alveolar menahun
Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya :
a) Penebalan pleura bilateral
b) Kelainan neomuskuler, seperti polimielitis dan distrofi otot
c) Kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasita rongga trorak sehingga pergerakan thorak berkurang.

C. MANIFISTASI KLINIS

Gejala yang muncul dari pasien dengan penyakit cor pulmonal adalah :
1. sesuai dengan penyakit yang melatar belakangi, contohnya COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek dan batuk.
2. gagal ventrikel kanan : endema, distensi vena leher, organ hati teraba efusi pleura, ascites, dan mumur jantung.
3. sakit kepla, bingung, dan somnolen terjadi akibat dari peningkatan PCO2

D. PATOFISIOLOGI

Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonal merupakan fungsi pembesaran atau kopensasi dari peningkatan dari afterload. Jika resistensi vaskuler paru-paru meningkat dan tetap meningkat, seperti pada penyakit vaskuler atau paremkim paru-paru, peningkatan curah jantung dan pengerahan tenaga fisis dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermagna. Afterload ventrikel kanan secara kronis meningkat jika volume paru-paru membesar seperti pada penyakit COPD yang dikarenakan danya pemanjangan pembuluh paru-paru dan kompresi kapiler alveolar.

E. PATHWAY































Penyakit paru dapat menyebabakan perubahan fisiologi yang pada suatu waktu akanmempengaruhi jantung, menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru, dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2), Hiperkapnia (peningkatan PaCO2), insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkanvasokonstriksi arteri pulmonary dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti pada empisema danemboli paru-paru. Akibatnya, akan terjadi peningkatan tahanan pada system sirkulasi polmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal. Arterial mean pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat menimbulkan cor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan.

F. PATOGENESIS

Secara umum cor pulmonal dibagi menjadi dua bentuk :

1. Cor pulmonal akut
Merupkan dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi.
Etiologi :
Terjadinya embolus multipel pada paru-paru secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.
Gejala :
a. Biasanya segera disususl dengan kematian
b. Terjadinya dilatasi dari jantung kanan.

2. Cor pulmonal kronis
Merupakan bentuk cor pulmonal yang sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru-paru atau adanya kelainan pada thorak, sehingga akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar.perluasan hilus dapat di hitung dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri di bagi dengan diameter transversal toraks.perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.
2. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrike kanan.meskipun perubahan volume tidak dapat diukur,teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas vertrikel kanan dalam hubungannya dengan memperbesar ventrikel kiri.septum interventrikel dapat tergeser ke kiri.
3. Magnetic resonance imaging (mri)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan,ketebalan dinding,volume kavitas,dan jumlah darah yang dipompa.
4. Biopsy paru-paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen,artritis rheumatoid,dan granulomatosis wagener.


H. PENATALAKSAAN MEDIS

Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan ventilasi pasien dan mengobati penyakit yang melatar belakangi beserta manisfestasi dari gagal jantungnya.
Penatalaksanaan medis secara umum :
1. Pada pasien dengan penyakit asal COPD : pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal serts tahanan vaskuler pulmonal.
2. Higienis bronchial: diberikan obat golongan bronkodilator.
3. Jika terdapat gejala gagal jantung : perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
4. Bedrest,diet rendah sodium,pemberian diuretik.
5. Digitalis: bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung,selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
Selain hal tersebut di atas, dianjurkan pula perawatan yang dilakukan di rumah (home care) karena penatalaksanaan dari penyakit ini berhubungan dengan pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan, dan biasanya dalam jangan waktu yang lama. Pasien dengan COPD dianjurkan untuk menghindari allergen yang dapat mengiritasi jalan napas.

I. GAMBARAN KLINIS

a. Penampilan Umum :
• Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65 – 75 tahun.
c. Pengkajian fisik
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea
• Infeksi sistem respirasi
• Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam
• Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
• Produksi sputum dan batuk jarang.
d. Pemeriksaan jantung
• Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.
• Hematokrit < 60%
e. Riwayat merokok
• Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok

J. KOMPLIKASI

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

K. DIAGNOSA

1) Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique.
2) Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).
3) Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)

L. INTERVENSI

1. Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique
Data-data :
Klien mengeluh sulit untuk bernafas
Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan
Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles
Batuk(persisten) dengan/tanpa produksi sputum.
Status
Kriteria Hasil :
• Tidak ada demam
• Tidak ada cemas
• RR dalam batas normal
• Irama nafas dalam batas normal
• Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
• Bebas dari suara nafas tambahan

Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
b. Penurunan kecemasan
c. Aspiration precautions
d. Fisioterapi dada
e. Latih batuk efektif
f. Terapi oksigen
g. Pemberian posisi
h. Monitoring respirasi
i. Surveillance
j. Monitoring tanda vital
2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).

Data-data :
Dyspnea
Confusion, lemah.
Tidak mampu mengeluarkan sekret
Nilai ABC abnormal (hypoxia dan hiperkapnia)
Perubahan tanda vital.
Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil :
• Status mental dalam batas normal
• Bernafas dengan mudah
• Tidak ada cyanosis
• PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal
• Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi :
a. Manajemen asam dan basa tubuh
b. Manajemen jalan nafas
c. Latih batuk
d. Tingkatkan keiatan
e. Terapi oksigen
f. Monitoring respirasi
g. Monitoring tanda vital
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)
Nutrisi (Intake cairan dan makanan)
Data-data :
Dyspnea, fatique
Anorexia, nausea/vomiting.
Penurunan berat badan
Kehilangan masa otot,
tonus otot jelek
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Tidak bernafsu untuk makan, tidak tertarik makan
Kriteria Hasil :
• Asupan makanan adekuat
• Intake cairan peroral adekuat
• Intake cairan adekuat
• Intake kalori adekuat
• Intake protein, karbohidrat dan lemak adekuat
• Mampu memeliharan intake kalori secara optimal
• Mampu memelihara keseimbangan cairan
• Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat
Intervensi :
a. Manajemen cairan
b. Monitoring cairan
c. Status dietPage 16
d. Manajemen gangguan makan
e. Manajemen nutrisi
f. Terapi nutrisi
g. Konseling nutrisi
h. Kontroling nutrisi
i. Terapi menelan
j. Monitoring tanda vital
k. Bantuan untuk peningkatan BB
l. Manajemen berat badan

M. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
1) Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.
2) Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
• Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.
• Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap yang lain.
• Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
b. Tindakan Keperawatan
• Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan mengevaluasi tindakannya :
• Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
c. Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.

N. EVALUASI

Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka hal yang perlu di evaluasi dari tindakan yang telah kita lakukan yaitu :

1. Bersihan jalan nafas efektif .
2. Pertukaran gas yang Adekuat.
3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan dapat terpenuhi.

Wednesday, March 2, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN INFARK MIOKARDIUM

A. PENGERTIAN

Infrak miokardium adalah penyumbatan sebagian atau total satu atau lebih arteri koroner. Atau disebut juga dengan radang otot jantung atau miokard yang dapat di sebabkan oleh trombus, virus dan bakteri.

B. ETIOLOGI

Infrak miokardium dapat disebabkan oleh :
1. Trombus menyumbat arteri.
2. Spasme arteri koroner.
3. Peradangan akibat penyakit.
4. Latihan fisik yang berlebihan.
5. Stress pada penyakit arteri koroner signifikan.
6. infeksi virus, seperti cocksakie virus, polimielitis.
7. Bakteri.

C. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas – remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, bahkan punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Nausea atau muntah, berkeringat, nafas dangkal, pusing, berdebar – debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan, kulit pucat dan hipotensi di temukan pada kasus yang relatif berat.

D. PATOFISIOLOGI

Penyumbatan arteri koroner menghilangkan O2 dan darah darimiokard ( jaringan otot jantung ). Selanjutnya terjadi kematian jaringan miokard.
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA ( Infark Miokard Akut ) yaitu komplikasi hemodinamik dan aritmia. Setelah terjadiIMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistonok ( diskenesia ). Akibat penurunan enjection fraction. Tekanan akhir diastonik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan mengakibatkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru ( gagal jantung ). Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan konpensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan mengalami iskemik bahkan fibrotik. Bila infark kecil dan miokard sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekana akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi pada menit – menit atau jam – jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan – perubahan masa refrakter, daya hantar rngsangan dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf atonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.

E. KOMPLIKASI

1. Aritmia.
2. Brakardia.
3. Gangguan hantaran atrioventrikuler.
4. Gangguan hantaran intraventrikuler.
5. Takikardia.
6. Perikarditis.
7. Ruptur jantung dan septum.
8. Renjatan kardiogenik.
9. Tromboembolisme.
10. Aneurisme ventrikel.







PATHWAY

Spasme arteri koroner

Tek. Diastol ventrikek kiri Tek. Atrium kiri

Kompensasi miokard

P ↑ Kebt. O2

Iskemik Berkepanjangan Pemburukan Hemodinamik
Nyeri dada
Sesak, pusing, angka pectoris
Dx : Nyeri akut b.d iskemia miokard
Palpitasi, dioperesis ke takutan

Dx : Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik

















F. PENATALAKSANAAN

a) Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi keungkinan terjadinya komplikasi.
Ada 3 kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen : Vasidalator, anti koagulan dan trombolix.
Vasadilator :
Vasadilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitroglisern ( NTG ) intravena.
Antikoagulan :
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung.
Trombolitix :
Tujuan trombolix adalah untuk melarutkan setiap trobus yang telah berbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark.
Pemberian oksigen terapi oksigen di mulai saat awalan nyeri analgenix. Pemberian analgenix dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif di obati dengan nitrat dan anti koagulan.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, lelah, tidak dapat tidur.
Tanda : Takikardi, dispnea
Sirkulasi :
Gejala : Gejala, masalah TD, DM, Penyakit arteri koroner.
Tanda : TD dapat normal / naik / turun.
Integritas ego
Gejala : Menyangkal gejala penting, takut mati → perasaan ajal sudah dekat.
Tanda : - Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontrak mata.
- Gelisah, marah, perilaku menyerang.
- Fokus pada diri sendiri / nyeri.
Eliminasi
Tanda : Bunyi usus normal.
Makanan / cairan
Gejala : Mual, kehilangan nafsu makan / bersendawa, nyeri ulu hati.
Tanda Penurunan higer kulit, berkeringat, muntah, perubahan BB.
Hygiene
Gejala / Tanda : Kesulitan melakukan perawatan diri.
Neurosensori
Gejala : pusing, kepala berdenyut, selama tidur / saat bangun.
Tanda : perubahan mental, kelemahan. Nyeri / ketidaknyamanan.
Gejala : Nyeri dada yang timbul mendadak.
Tanda : - Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata.

G. TES DIAGNOSTIK

Jenis pemeriksaan ↔ Interprestasi hasil
EKG Masa setelah serangan
Laboratorium Beberapa jam
Enzim Patologis dan elevasi segmen ST
Radiologi sehari / kurang seminggu
Ekokardiografi seminggu / beberapa bulan
Radiosotop setahun

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung, penurunan pneloid / peningkatan tahanan vaskuler sistemik, infarik / diskinetik miokard, kerusakan struktural seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
4. Kecemasan b.d ancaman atau perubahan kesehatan status ekonomi, ancaman kematian.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang jantung / implikasi penyakit dan perubahan status kesehatan yang akan datang.




I. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d iskemia miokard akibat sembatan arteri koronen.
Intervensi :
• Pantau nyeri ( karakteristik, lokasi, integritas, durasi ), catat setiap respon verbal atau non verbal, perubahan hemo dinamik.
• Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
• Bantu melakukan teknik relaksasi ( nafas dalam / perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi ).
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :
 Antiangina seperti nitogliserin ( nitro-bid, Hitrostat, Hitro-Dur ).
 Beta-Bloker seperti atenolol ( tenormin ), (vieken ), propanolol ( inderal ).
 Analgetik seperti morfin, meperidin ( demerol ).
 Penyekat saluran kalsium seperti verapamil ( calan ), diltiazem ( prokardia ).
Rasional :
• Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menentukan intervensi yang tepat.
• Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
• Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
• Hitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
• Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatik ( kontra – indikasi : Kontraksi miokard yang buruk )
• Morfin atau narkotika lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung, penurunan preloid / peningkatan tahanan vaskuler sistemik, infark / diskinetik miokard, kerusakan struktural seperti aneurisma vertikel dan kerusakan septum.
Intervensi :
• Pantau TD, HR, dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk, berdiri ( bila memungkinkan ).
• Auskultasi adanya G3, G4 dan adanya murmur.
• Auskultasi bunyi nafas.
• Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah kunyah.
• Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien.
• Pertahankan potensi IV – lines atau hiparin-lok sesuai indikasi.
• Bantu pemasangan atau pertahankan potensi pacu jantung bila digunakan.
Rasional :
• Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokord dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya.
• G3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. G4 mungkin berhubungan dengan iskemia mio kard, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Mumur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katub, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
• Krekels menunjukkan kongesti paru yang memungkinkan terjadi karena penurunan fungsi miokard.
• Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard.
• Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
• Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi distrimia atau nyeri dada berulang.
• Pacu jantung merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas atau kerusakan sistem konduksi.
3. Intoleransi aktifitas berdasarkan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
Intervensi :
• Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
• Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas.
• Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
• Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktifitas bertahap.
• Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasional :
• Menentukan respon klien terhadap aktifitas.
• Menurunkan kerja miokard atau konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.
• Manuver valsava seperti menahan, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardi dan peningkatan tekanan darah.
• Ketirlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terauputik.
• Mencegah aktifitas berlebihan, sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
• Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
4. Kecemasan berdasarkan dengan ancaman atau perubahan kesehatan, status social, ekonomi, ancaman kematian.
Intervensi :
• Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
• Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas atau takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
• Orentasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharaphan.
• Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas atay sedativa sesuai indikasi.
Rasional :
• Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penilakan, dsb.
• Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi.
• Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien.
• Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpejan atau salah interprotasa terhadap informasi tentang fungsi jantung atau inplikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
Intervensi :
• Kaji tingkat pengetahuan klien atau orang terdekat dan kemampuan atau kesepian belajar klien.
• Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran.
• Berikan penekanan penjelasan tentang faktor resiko, pembatasan diet atau aktifitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat atau darurat.
• Peningkatan untuk menghindari aktifitas isometrik, manuver valsava dan aktifitas yang memerlukan tangan diposisikan diatas kepala.
• Jelaskan program peningkatan aktifitas bertahap.
Rasional :
• Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
• Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
• Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat.
• Aktifitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta daoat merugikan kontraktivitas yang dapat memicu serangan ulang.
• Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktifitas yang berlebih.




















DAFTAR PUSTAKA

Earpenito ( 2000 ), Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis, Ed.6.EGC, Jakarta.
Doenges at al ( 2000 ), Rencana asuhan keperawatan, Ed.4.EGC, Jakarta.
Soeparman dan Waspadji ( 1990 ), Ilmu penyakit dalam, BP.PKUI, Jakarta.

Tuesday, March 1, 2011

ARITMIA / DISRITMIA

1. PENGERTIAN
Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.
Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.
Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :
• • Periode refrakter
Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak.
Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.
• • Blok
Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.
• Pemacu ektopik atau focus ektopik
Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular.
• • Konduksi tersembunyi
Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.
• • Konduksi aberan.
Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.
Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
• • Re-entri.
Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
• • Mekanisme lolos.
Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

2. KLASIFIKASI

Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
1) Gangguan pembentukan impuls.
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
• • Takikardia sinus
• • Bradikardia sinus
• • Aritmia sinus
• • Henti sinus
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).
• • Ekstrasistol atrial
• • Takiakardia atrial
• • Gelepar atrial
• • Fibrilasi atrial
• • Pemacu kelana atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).
• • Ekstrasistole penghubung AV
• • Takikardia penghubung AV
• • Irama lolos penghubung AV
d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).
• • Ekstrasistole ventricular.
• • Takikardia ventricular.
• • Gelepar ventricular.
• • Fibrilasi ventricular.
• • Henti ventricular.
• • Irama lolos ventricular.
2) Gangguan penghantaran impuls.
• a. Blok sino atrial
• b. Blok atrio-ventrikular
• c. Blok intraventrikular.
3. PENYEBAB

Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
• v Irama abnormal dari pacu jantung.
• v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
• v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
• v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
• v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
• • Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
• • Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
• • Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
• • Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
• • Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
• • Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
• • Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
• • Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
• • Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
• • Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
• • Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

4. TANDA/GEJALA

DISRITMIA NODUS SINUS
• Bradikardia sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.
Berikut adalah karakteristik disritmia
• • Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit
• • Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
• • Kompleks QRS: biasanya normal
• • Hantaran: biasanya normal
• • Irama: reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
• Takikardia sinus

Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
• • Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
• • Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler.
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.
Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.

DISRITMIA ATRIUM
• Kontraksi premature atrium
Penyebab :
• • Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.
• • Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif
• • Stress atau kecemasan
• • Hipokalemia
• • Cedera
• • Infark
• • Keadaaan hipermetabolik.

Karakteristik :
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.
• • Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
• Takikardia Atrium Paroksimal
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
• • Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).
• • Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler.

Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.
• Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Karakteristik :
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
• • Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).
• • Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
• • Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
• • Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.
• Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Karakteristik :
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
• • Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
• • Kompleks QRS : Biasanya normal .
• • Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
• • Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

DISRITMIA VENTRIKEL
• Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.
Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :
• • Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit
• • Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.
• • Terjadi berpasangan atau triplet
• • Terjadi pada fase hantaran yang peka.
Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
• • Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.
• • Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.
• Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
Karakteristik :
• • Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.
• • Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.
• • Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
• • Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Ireguler.
Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.
Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).
• Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut :
• • Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.
• • Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
• • Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
• • Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
• Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Karateristik :
• • Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
• • Gelombang P : Tidak terlihat.
• • Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
• • Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
• • Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
• Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

ABNORMALITAS HANTARAN
• Penyekat AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.
• • Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
• • Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
• • Irama : Biasanya regular.
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
• Penyekat AV Derajat Dua
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.
• • Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.
• • Kompleks QRS : Biasanya normal.
• • Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
• Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.
• Penyekat AV Derajat Tiga
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
Karakteristik :
• • Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.
• • Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.
• • Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
• • Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
• • Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.
• • Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
• Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.

• Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.
Karakteristik :
• • Frekwensi : tidak ada.
• • Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.
• • Kompleks QRS : Tidak ada.
• • Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
• • Irama : Tidak ada.
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.

5. KOMPLIKASI
6. PROSEDUR DIAGNOSTIK

• EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.
• Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
• Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
• Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
• Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
• Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
• Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.
• Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.
• laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
• GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

7. MANAJEMEN MEDIK

Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;
Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.

OBAT-OBATAN
Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).

KARDIOVERSI
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.

DEFIBRILASI
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.

DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

TERAPI PACEMAKER
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.

PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.
Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.
Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.
Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN DATA DASAR
AKTIVITAS /ISTIRAHAT
Gejala :
1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda :
2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.

SIRKULASI
Gejala :
3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
5) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).
9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

INTEGRITAS EGO
Gejala :
• Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
• Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda :
• Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
• Hilang nafsu makan, anoreksia.
• Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
• Mual/muntah.
• Perubahan berat badan.
Tanda :
• Perubahan berat badan.
• Edema
• Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
• Pernapasan krekels.

NEURO SENSORI
Gejala :
• Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
• Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
• Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
• Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
• Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala :
• Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.
Tanda :
• Perilaku distraksi, contoh gelisah.

PERNAPASAN
Gejala :
• Penyakit paru kronis.
• Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
• Napas pendek.
• Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
• Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
• Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.

KEAMANAN
Tanda :
• Demam.
• Kemerahan kulit (reaksi obat).
• Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
• Kehilangan tonus otot/kekuatan.

PENYULUHAN
Gejala :
• Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.
• Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.
• Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.
Pertimbangan :
• DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.
Rencana pemulangan :
• Perubahan penggunaan obat.

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.
Faktor risiko meliputi :
v Gangguan konduksi elektrikal.
v Penurunan kontraktilitas miokardia.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.
v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
INTERVENSI
RASIONAL
• Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.
• Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
• Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
• Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).
• Takikardia
• Bradikardia
• Disritmia atrial
• Disritmia ventrikel
• Blok jantung
• Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
• Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.
• Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.
• Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
• Kolaborasi
• Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
• Kadar obat.
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
• Berikan obat sesuai indikasi.
• Kalium,
• Antidisritmia :
• Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).
• Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.
• Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.
• Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.
• Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.
• Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.
• Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.
• Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.
• Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.
• Masukan/pertahankan masukan IV
• Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.
• Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan
2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan :
v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
v Tidak mengenal sumber informasi.
v Kurang mengingat.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Pertanyaan
v Pernyataan salah konsepsi.
v Gagal memperbaiki program sebelumnya.
v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).
v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.
v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.
v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.

INTERVENSI
RASIONAL
• Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
• Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.
• Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.
• Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.
• Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
• Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.
• Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.
• Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.
• Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
• Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.


DAFTAR PUSTAKA
1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
4. http://www.ce5.com/ekg101.htm
5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm
6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.
8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html
10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.
Diposkan oleh Ners Semarang di 04:17 0 komentar Link ke posting ini
Label: KARDIOVASKULER
Jumat, 2007 Agustus 03
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

1. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

2. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)
2. Pathofisiologi
Terlampir

Manifestasi klinis
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

Pemeriksaan Penunjang
2. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
3. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
4. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
5. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
6. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
7. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
8. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
9. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
10. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
11. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

Penatalaksanaan Medis
12. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
• Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
• Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

• Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
2. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
3. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
4. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
13. Terapi mekanis
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Pengkajian
1. Riwayat penyakit
• Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
• Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
• Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
• Kondisi psikososial
15. Pengkajian fisik
1. Aktivitas : kelelahan umum
2. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
2. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
4. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
5. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
6. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
7. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
8. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
9. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
10. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
11. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
12. Kolaborasi :
13. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
14. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
15. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
16. Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
17. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
18. Masukkan/pertahankan masukan IV
19. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
20. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat
Intervensi :
3. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
4. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
5. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
6. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
7. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
8. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
9. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
10. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
11. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
12. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu